tirto.id - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Zudan Arief Fakrullah menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan formulir bagi peserta Pemilu 2024 yang menyatakan tidak berkewarganegaraan ganda.
Saran tersebut dilakukan karena tidak sedikit peserta pemilu baik calon legislatif, calon kepala daerah hingga calon presiden dan calon wakil presiden tidak pernah mendeklarasikan punya paspor di negara lain.
"Jadi ada satu formulir yang dipersiapkan oleh KPU, sehingga calon atau pasangan itu mau men-declare hal tersebut," kata Zudan dalam rilis yang diterima, Jumat (20/5/2022).
Zudan menyinggung sejumlah pihak yang punya paspor negara lain seperti Djoko Tjandra (DT) dan Bupati Sabu Raijua, Orient Riwu Kore (ORK) yang memiliki kewarganegaraan ganda dengan memiliki dua paspor.
Menurut Zudan, kepemilikan paspor negara lain tidak serta-merta kehilangan status warga negara Indonesia. Ia menilai bahwa pemerintah perlu mengeluarkan kepastian hukum soal kewarganegaraan hilang atau tidak.
"Djoko Tjandra memiliki paspor Papua Nugini, Orient Kore punya paspor Amerika Serikat. Tapi keduanya masih juga berstatus WNI dalam Sistem Adminduk karena yang bersangkutan tidak pernah melapor, tidak pernah melepaskan kewarganegaraan, sehingga pemerintah tidak tahu bila yang bersangkutan memiliki dua paspor," kata Zudan.
Zudan menyinggung pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan yang menyatakan kepemilikan paspor negara lain mengakibatkan kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Namun, penindakan tersebut ternyata butuh keputusan pemerintah.
"Sehingga, saya berpendapat dari dua kasus tersebut, yang dalam waktu yang bersamaan keduanya memiliki paspor tapi tidak otomatis kehilangan kewarganegaraannya dan masih berstatus WNI. Ini disebabkan belum ada tindakan administrasi pemerintah," jelasnya.
Zudan menjelaskan pengalamannya di Biro Hukum Kemendagri dari 2008 hingga 2014, ada asas hukum yang mengatakan Lex Superiori Derogat Legi Inferiori. Artinya, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah.
"Tapi ketika perda-perda di daerah tidak dibatalkan, tetap saja perda yang lebih rendah dari UU dan bertentangan dengan UU, tetap dijalankan dan tidak batal. APBD sah, Perda Perizinan jalan," papar Zudan.
Oleh karena itu, Zudan menilai, sepanjang belum ada tindakan administrasi pemerintahan maka Pasal 23 itu belum masuk pada perbuatan hukum konkret.
"Jadi kita belum tahu, ORK itu kapan kehilangan kewarganegaraan RI-nya, DT kapan kehilangan kewarganegaraannya," katanya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto